Lokasi sdit Khoiru ummah berada di jalan Baayangkara I talang rombo lama,,,
Minggu, 09 Desember 2012
Sabtu, 01 Desember 2012
Persiapan Pekan prestasi siswa SDIT Khoiru Ummah 3 - 8 Desember 2012
Pekan Prestasi
Pekan Prestasi adalah pekan evaluasi hasil belajar siswa di akhir semester. Uniknya, cara evaluasi yang dilakukan di Pekan Prestasi tidak dalam bentuk pencil and paper test saja tetapi pada pos-pos ujian yang beragam yang melibatkan berbagai aspek kecerdasan anak. Sehingga Pekan Prestasi tidak hanya berbobot, tetapi juga menyenangkan.
Pengertian
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri
dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Antara kata prestasi dan belajar
mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian prestasi belajar, ada
baiknya pembahasan ini diarahkan pada masing-masing permasalahan terlebih
dahulu untuk mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai makna kata prestasi dan
belajar. Hal ini juga untuk memudahkan dalam memahami lebih mendalam tentang
pengertian prestasibelajar itu sendiri. Di bawah ini akan
dikemukakan beberapa pengertian prestasi dan belajar
menurut para ahli.
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah, 1994:19). Sedangkan menurut Mas’ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah (1994:21) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.
Dari pengertian yang dikemukakan tersebut di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu, dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.
Menurut Slameto (1995 : 2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Sedangkan menurut Nurkencana (1986 : 62) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.
Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
1. Faktor dari dalam diri siswa (intern)
Sehubungan dengan faktor intern ini ada tingkat yang perlu dibahas menurut Slameto (1995 : 54) yaitu faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan.
a.
Faktor Jasmani
Dalam faktor jasmaniah ini dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh.
1. Faktor kesehatan
Faktor kesehatan sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa, jika kesehatan seseorang terganggu atau cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk, jika keadaan badannya lemah dan kurang darah ataupun ada gangguan kelainan alat inderanya.
2.
Cacat tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurnanya mengenai tubuh atau badan. Cacat ini berupa buta, setengah buta, tulis, patah kaki, patah tangan, lumpuh, dan lain-lain (Slameto, 2003 : 55).
b.
Faktor psikologis
Dapat berupa intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan, kesiapan.
1. Intelegensi
Slameto
(2003: 56) mengemukakan bahwa intelegensi atau kecakapan terdiri dari tiga
jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang
baru dan cepat efektif mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara
efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
2. Perhatian
Menurut
al-Ghazali dalam Slameto (2003 : 56) bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa yang
dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal atau
sekumpulan obyek.
Untuk menjamin belajar yang lebih baik maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa belajar dengan baik, usahakan buku pelajaran itu sesuai dengan hobi dan bakatnya.
Untuk menjamin belajar yang lebih baik maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa belajar dengan baik, usahakan buku pelajaran itu sesuai dengan hobi dan bakatnya.
3. Bakat
Menurut
Hilgard dalam Slameto (2003 : 57) bahwa bakat adalah the capacity to learn.
Dengan kata lain, bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan
terealisasi pencapaian kecakapan yang nyata sesudah belajar atau terlatih.
Kemudian menurut Muhibbin (2003 : 136) bahwa bakat adalah kemampuan potensial
yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang.
4. Minat
Menurut
Jersild dan Taisch dalam Nurkencana (1996 : 214) bahwa minat adalah menyakut
aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Minat besar
pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca akan
dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, wawasan
akan bertambah luas sehingga akan sangat mempengaruhi peningkatan atau
pencapaian prestasi belajar siswa yang
seoptimal mungkin karena siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu pelajaran
akan mempelajari dengan sungguh-sungguh karena ada daya tarik baginya.
5. Motivasi
Menurut
Slameto (2003 : 58) bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan
dicapai dalam belajar, di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau
tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang
menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak
atau pendorongnya.
6. Kematangan
6. Kematangan
Menurut
Slameto (2003 : 58) bahwa kematangan adalah sesuatu tingkah atau fase dalam
pertumbuhan seseorang di mana alat-alat tubuhnya sudah siap melaksanakan
kecakapan baru.
Berdasarkan pendapat di atas, maka kematangan adalah suatu organ atau alat tubuhnya dikatakan sudah matang apabila dalam diri makhluk telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masing-masing kematang itu datang atau tiba waktunya dengan sendirinya, sehingga dalam belajarnya akan lebih berhasil jika anak itu sudah siap atau matang untuk mengikuti proses belajar mengajar.
Berdasarkan pendapat di atas, maka kematangan adalah suatu organ atau alat tubuhnya dikatakan sudah matang apabila dalam diri makhluk telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masing-masing kematang itu datang atau tiba waktunya dengan sendirinya, sehingga dalam belajarnya akan lebih berhasil jika anak itu sudah siap atau matang untuk mengikuti proses belajar mengajar.
7. Kesiapan
Kesiapan
menurut James Drever seperti yang dikutip oleh Slameto (2003 : 59) adalah
preparedes to respon or react, artinya kesediaan untuk memberikan respon atau
reaksi.
Jadi, dari pendapat di atas dapat diasumsikan bahwa kesiapan siswa dalam proses belajar mengajar, sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa, dengan demikian prestasi belajar siswa dapat berdampak positif bilamana siswa itu sendiri mempunyai kesiapan dalam menerima suatu mata pelajaran dengan baik.
c. Faktor kelelahan
Ada beberapa faktor kelelahan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Sebagaimana dikemukakan oleh Slameto (1995:59) sebagai berikut:
“Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecendrungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena ada substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat terus menerus karena memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa, tidak sesuai dengan minat dan perhatian”.
Dari uraian di atas maka kelelahan jasmani dan rohani dapat mempengaruhi prestasi belajardan agar siswa belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya seperti lemah lunglainya tubuh. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan rohani seperti memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa tidak sesuai dengan minat dan perhatian. Ini semua besar sekali pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Agar siswa selaku pelajar dengan baik harus tidak terjadi kelelahan fisik dan psikis.
2. Faktor yang berasal dari luar (faktor ekstern)
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapatlah dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat (Slameto, 1995 : 60).
a. Faktor keluarga
Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat mempengaruhi dari keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan suasana rumah.
1. Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi belajar anak, hal ini dipertegas oleh Wirowidjojo dalam Slameto (2003 : 60) mengemukakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk mendidik dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan mutu pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa dan negara.
Dari pendapat di atas dapat dipahami betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya. Cara orang mendidik anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya.
2. Relasi antar anggota keluarga
Menurut
Slameto (2003 : 60) bahwa yang penting dalam keluarga adalah relasi orang tua
dan anaknya. Selain itu juga relasi anak dengan saudaranya atau dengan keluarga
yang lain turut mempengaruhi belajar anak. Wujud dari relasi adalah apakah ada
kasih sayang atau kebencian, sikap terlalu keras atau sikap acuh tak acuh, dan
sebagainya.
3.
Keadaan keluarga
Menurut
Hamalik (2002 : 160) mengemukakan bahwa keadaan keluarga sangat mempengaruhi prestasi belajar anak karena dipengaruhi oleh
beberapa faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan perbedaan individu seperti
kultur keluarga, pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, hubungan antara orang
tua, sikap keluarga terhadap masalah sosial dan realitas kehidupan.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa keadaan keluarga dapa mempengaruhi prestasi belajar anak sehingga faktor inilah yang memberikan pengalaman kepada anak untuk dapat menimbulkan prestasi, minat, sikap dan pemahamannya sehingga proses belajar yang dicapai oleh anak itu dapat dipengaruhi oleh orang tua yang tidak berpendidikan atau kurang ilmu pengetahuannya.
4.
Pengertian orang tua
Menurut Slameto (2003 : 64) bahwa anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya sedapat mungkin untuk mengatasi kesulitan yang dialaminya.
5.
Keadaan ekonomi keluarga
Menurut
Slameto (2003 : 63) bahwa keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan
belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya,
misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain, juga
membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan,
alat tulis menulis, dan sebagainya.
6.
Latar belakang kebudayaan
Tingkat
pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam
belajar (Roestiyah, 1989: 156). Oleh karena itu perlu kepada anak
ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik, agar mendorong tercapainya hasil belajar
yang optimal.
7.
Suasana rumah
Suasana rumah sangat mempengaruhi prestasi belajar, hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2003 : 63) yang mengemukakan bahwa suasana rumah merupakan situasi atau kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak-anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, bising dan semwarut tidak akan memberikan ketenangan terhadap diri anak untuk belajar.
Suasana ini dapat terjadi pada keluarga yang besar terlalu banyak penghuninya. Suasana yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok, pertengkaran antara anggota keluarga yang lain yang menyebabkan anak bosan tinggal di rumah, suka keluar rumah yang akibatnya belajarnya kacau serta prestasinya rendah.
b.
Faktor sekolah
Faktor sekolah dapat berupa cara guru mengajar, ala-alat pelajaran, kurikulum, waktu sekolah, interaksi guru dan murid, disiplin sekolah, dan media pendidikan, yaitu :
1. Guru dan cara mengajar
Menurut
Purwanto (2004 : 104) faktor guru dan cara mengajarnya merupakan
faktor penting, bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang
dimiliki oleh guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan
pengetahuan itu kepada anak-anak didiknya turut menentukan hasil belajar yang
akan dicapai oleh siswa. Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Djamarah
(2006 : 39) mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses , yaitu proses
mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga
dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.
Dalam kegiatan belajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam perannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menhidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Dengan demikian cara mengajar guru harus efektif dan dimengerti oleh anak didiknya, baik dalam menggunakan model, tehnik ataupun metode dalam mengajar yang akan disampaikan kepada anak didiknya dalam proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan konsep yang diajarkan berdasarkan kebutuhan siswa dalam proses belajar mengajar
Model atau
metode pembelajaran sangat penting dan berpengaruh
sekali terhadap prestasi belajar siswa, terutama
pada pelajaran matematika. Dalam hal ini model atau metodepembelajaran yang digunakan oleh guru tidak hanya terpaku pada satu model pembelajaransaja, akan tetapi harus bervariasi
yang disesuaikan dengan konsep yang diajarkan dan sesuai dengan kebutuhan
siswa, terutama pada guru matematika. Dimana guru matematika harus bisa menilih dan
menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalampembelajaran. Adapun model-model pembelajaran itu, misalnya : model pembelajaran kooperatif, pembelajaran
kontekstual, realistik matematika problem solving dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, model yang diterapkan adalah model kooperatif tipe STAD, dimana model atau metode ini berpengaruh terhadap proses belajar siswa dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
3. Alat-alat pelajaran
Untuk dapat
hasil yang sempurna dalam belajar, alat-alat belajar adalah suatu hal yang
tidak kalah pentingnya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa,
misalnya perpustakaan, laboratorium, dan sebagaianya.
Menurut Purwanto (2004 : 105) menjelaskan bahwa sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan mempercepat belajar anak.
Menurut Purwanto (2004 : 105) menjelaskan bahwa sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan mempercepat belajar anak.
4. Kurikulum
Kurikulum
diartikan sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa, kegiatan itu sebagian
besar menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan
mengembangkan bahan pelajaran itu. Menurut Slameto (2003 : 63) bahwa kurikulum
yang tidak baik akan berpengaruh tidak baik terhadap proses belajar maupun
prestasi belajar siswa.
5.
Waktu sekolah
Waktu sekolah
adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu sekolah dapat
pagi hari, siang, sore bahkan malam hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi
belajar siswa (Slameto, 2003 : 68).
6. Interaksi guru dan murid
Menurut
Roestiyah (1989 : 151) bahwa guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara
intim, menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar. Oleh karena itu,
siswa merasa jenuh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif di dalam
belajar.
7. Disiplin sekolah
7. Disiplin sekolah
Kedisiplinan
sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam
belajar (Slameto, 2003 : 67). Kedisiplinan sekolah ini misalnya mencakup
kedisiplinan guru dalam mengajar dengan pelaksanaan tata tertib, kedisiplinan
pengawas atau karyawan dalam pekerjaan administrasi dan keberhasilan atau
keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman, dan lain-lain.
8. Media pendidikan
Kenyataan
saat ini dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah, maka memerlukan
alat-alat yang membantu lancarnya belaajr anak dalam jumlah yang besar pula
(Roestiyah, 1989 : 152). Media pendidikan ini misalnya seperti buku-buku di
perpustakaan, laboratorium atau media lainnya yang dapat mendukung tercapainya prestasi belajar dengan baik.
c. Faktor Lingkungan Masyarakat
Faktor yang
mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa antara lain teman bergaul,
kegiatan lain di luar sekolah dan cara hidup di lingkungan keluarganya.
1. Kegiatan siswa dalam masyarakat
Menurut Slameto (2003 : 70) mengatakan bahwa kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang telalu banyak misalnya berorganisasi, kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.
1. Kegiatan siswa dalam masyarakat
Menurut Slameto (2003 : 70) mengatakan bahwa kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang telalu banyak misalnya berorganisasi, kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.
2.
Teman Bergaul
Anak perlu bergaul dengan anak lain, untik mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan tidak baik mudah berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.
Menurut Slameto (2003 : 73) agar siswa dapat belajar, teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek perangainya pasti mempengaruhi sifat buruknya juga, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus bijaksana.
3.
Cara Hidup Lingkungan
Cara hidup tetangga disekitar rumah di mana anak tinggal, besar pengaruh terhadap pertumbuhan anak (Roestiyah, 1989 : 155). Hal ini misalnya anak tinggal di lingkungan orang-orang rajib belajar, otomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin juga tanpa disuruh.
Cara hidup tetangga disekitar rumah di mana anak tinggal, besar pengaruh terhadap pertumbuhan anak (Roestiyah, 1989 : 155). Hal ini misalnya anak tinggal di lingkungan orang-orang rajib belajar, otomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin juga tanpa disuruh.
Faktor
eksternal ini dapat menimbulkan pengaruh positif antara lain dilihat dari
1.
Ekonomi keluarga menurut Slameto (1993 : 63), bahwa keadaan ekonomi
keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain
terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan
dan lain-lain. Juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja,
kursi, penerangan, alat tulis menulis, buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika
keluarga mempunyai cukup uang.
2. Guru dan cara mengajar
Guru dan cara mengajar merupakan faktor yang penting bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu menyampaikan pengatahuan itu kepada anak-anak didiknya. Ini sangat berpengaruh terhadapprestasi belajar siswa karena guru yang berpengetahuan tinggi dan cara mengajar yang bagus akan memperlancar proses belajar mengajar sehingga siswa dengan mudah menerima pengetahuan yang disampaikan oleh gurunya.
3. Interaksi guru dan murid
Interaksi guru dan murid dapat mempengaruhi juga dengan prestasi belajar, karena interaksi yang lancar akan membuat siswa itu tidak merasa segan berpartisipasi secara aktif di dalam proses belajar mengajar.
4. Kegiatan siswa dalam masyarakat
Kegaiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya misalnya berorganisasi, kegiatan-kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, dan lain-lain.
5. Teman bergaul
Anak perlu bergaul dengan anak lain untuk mengembangkan sosialisainya karena siswa dapatbelajar dengan baik apabila teman bergaulnya baik tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya.
6. Cara hidup lingkungan
Cara hidup tetangga di sekitar rumah besar pengaruhnya pada pertumbuhan anak (Roestiyah 1989 : 155). Hal ini misalnya anak yang tinggal di lingkungan orang-orang yang rajin belajarotomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin belajar tanpa disuruh.
Faktor eksternal yang dapat menimbulkan pengaruh negatif bagi prestasi anak adalah:
a. Cara mendidik
Orang tua yang memanjakan anaknya, maka setelah anaknya sekolah akan menjadi anak yang kurang bertanggung jawab dan takut menghadapi tantangan atau kesulitan. Juga orang tua yang mendidik anaknya secara keras maka anak tersebut manjadi penakut dan tidak percaya diri.
b. Interaksi guru dan murid
Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intern menyebabkan proses balajar mengajar menjadi kurang lancar juga anak merasa jauh dari guru maka segan berpartisipasi secara aktif dalam belajarnya. Guru yang mengajar bukan pada keahliannya, serta sekolahyang memiliki fasilitas dan sarana yang kurang memadai maka bisa menyebabkan prestasi belajarnya rendah.
Daftar Pustaka
Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Nurkencana. 2005. Evaluasi Hasil Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Rabu, 21 November 2012
Pentingnya Pendidikan dalam Islam
Pentingnya Pendidikan dalam Islam
2.1 Hakikat Pendidikan Islam
2.1.1 Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda
untuk dapat menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih
efektif dan efisien. Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena pengajaran
sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan
transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang
dicakupnya.
Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada
penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik
di samping transfer ilmu dan keahlian. Pengertian pendidikan secara umum yang
dihubungkan dengan Islam—sebagai suatu system keagamaan—menimbulkan
pengertian-pengertian baru, yang secara implicit menjelaskan
karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya
dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah, ta’lim, dan
ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah ini mengandung
makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang
dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah
itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam: informal, formal
dan non formal. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu
proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan
dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di
dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Dari berbagai literatur terdapat berbagi macam
pengertian pendidikan Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah
mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah
air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan
rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya.
Sedang Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Sedangkan menurut Syed Muhammad Naqib Al-Attas,
pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu
kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima
proses dan kandungan pendidikan tersebut.1
Dari definisi dan pengertian itu ada tiga unsur yang membentuk pendidikan yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian disimpulkan lebih lanjut yaitu ” sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam diri manusia”.Jadi definisi pendidikan Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi pendidikan ini hanyalah untuk manusia saja.
Kembali kepada definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas diperuntutukan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan dalam At-ta’dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan itu, sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena pendidikan dalam istilah ini mancakup juga pendidikan kepada hewan. Menurut Al-Attas Adabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan beberapa tingkat dan tingkatan derajat mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah seseorang.
Dari pengertian Al-Attas tersebut dibutuhkan pemahaman yang mendalam, arti dari pengertian itu adalah, “pengenalan” adalah menemukan tempat yang tepat sehubungan denagn apa yang dikenali, sedangkan “pengakuan” merupakan tindakan yang bertalian dengan pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan adalah kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan kata lain ilmu dengan amal haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat yang tepat adalah kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya, keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran tentang ilmu, akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji.
Dari definisi dan pengertian itu ada tiga unsur yang membentuk pendidikan yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian disimpulkan lebih lanjut yaitu ” sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam diri manusia”.Jadi definisi pendidikan Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi pendidikan ini hanyalah untuk manusia saja.
Kembali kepada definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas diperuntutukan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan dalam At-ta’dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan itu, sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena pendidikan dalam istilah ini mancakup juga pendidikan kepada hewan. Menurut Al-Attas Adabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan beberapa tingkat dan tingkatan derajat mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah seseorang.
Dari pengertian Al-Attas tersebut dibutuhkan pemahaman yang mendalam, arti dari pengertian itu adalah, “pengenalan” adalah menemukan tempat yang tepat sehubungan denagn apa yang dikenali, sedangkan “pengakuan” merupakan tindakan yang bertalian dengan pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan adalah kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan kata lain ilmu dengan amal haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat yang tepat adalah kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya, keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran tentang ilmu, akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji.
2.1.2 Karakteristik Dalam Pendidikan Islam
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Untuk mengenalkan Islam ini diutus Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah
memperbaiki manusia untuk kembali kepada Allah SWT. Oleh karena itu selama
kurang lebih 23 tahun Rasulullah SAW membina dan memperbaiki manusia melalui
pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi,
yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang
mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT.
Manusia mendapat kehormatan menjadi khalifah di
muka bumi untuk mengolah alam beserta isinya. Hanya dengan ilmu dan iman
sajalah tugas kekhalifahan dapat ditunaikan menjadi keberkahan dan manfaat bagi
alam dan seluruh makhluk-Nya. Tanpa iman akal akan berjalan sendirian sehingga
akan muncul kerusakan di muka bumi dan itu akan membahayakan manusia. Demikian
pula sebaliknya iman tanpa didasari dengan ilmu akan mudah terpedaya dan tidak
mengerti bagaimana mengolahnya menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan
seisinya.
Sedemikian pentingnya ilmu, maka tidak heran
orang-orang yang berilmu mendapat posisi yang tinggi baik di sisi Allah maupun
manusia. (QS. Al Mujadilah (58) : 11). Bahkan syaithan kewalahan terhadap orang
muslim yang berilmu, karena dengan ilmunya, ia tidak mudah terpedaya oleh tipu
muslihat syaithan.
Muadz bin Jabal ra. berkata: “Andaikata orang
yang beakal itu mempunyai dosa pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir,
maka akhirnya dia cenderung masih bisa selamat dari dosa tersebut namun
sebaliknya, andaikata orang bodoh itu mempunyai kebaikan dan kebajikan pada
pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya ia cenderung tidak
bisa mempertahankannya sekalipun hanya seberat biji sawi.” Ada yang bertanya,
“Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Ia menjawab, “Sesungguhnya jika orang berakal
itu tergelincir, maka ia segera menyadarinya dengan cara bertaubat, dan
menggunakan akal yang dianugerahkan kepadanya. Tetapi orang bodoh itu ibarat
orang yang membangun dan langsung merobohkannya karena kebodohannya ia terlalu
mudah melakukan apa yang bisa merusak amal shalihnya.”
Kebodohan adalah salah satu faktor yang
menghalangi masuknya cahaya Islam. Oleh karena itu, manusia butuh terapi agar
menjadi makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT. Kemuliaan manusia
terletak pada akal yang dianugerahi Allah. Akal ini digunakan untuk mendidik
dirinya sehingga memiliki ilmu untuk mengenal penciptanya dan beribadah
kepada-Nya dengan benar. Itulah sebabnya Rasulullah SAW menggunakan metode
pendidikan untuk memperbaiki manusia, karena dengan pendidikanlah manusia
memiliki ilmu yang benar. Dengan demikian, ia terhindar dari ketergelinciran
pada maksiat, kelemahan, kemiskinan dan terpecah belah.
2.1.3 Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari
tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba
Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang
berbahagia di dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).
Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa
menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup
manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir
pendidikan Islam.
Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa
yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Sifatnya lebih praxis, sehingga
konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam
bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang
ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat
pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan
Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam,
pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah.
Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia
mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh
Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah.
Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :“ Dan Aku menciptakan Jin dan
Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”. Jalal menyatakan bahwa
sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada
bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat.
Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang
dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban
orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang
benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh
aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan,
perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam
adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu,
mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah
laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup
di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat,
mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan
kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan
pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan
sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan
islam menjadi
1. Pembinaan akhlak.
2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan
akhirat.
3. Penguasaan ilmu.
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan
islam dapat diperinci menjadi :
1. Tujuan keagamaan.
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam
menjadi :
1. Bahagia di dunia dan akhirat.
2. menghambakan diri kepada Allah.
3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani
kepentingan masyarakat islam.
4. Akhlak mulia.
2.3 Mengapa Diperlukan Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap
manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat
dan diserap dengan baik. Tak heran bila kini pemerintah mewajibkan program
belajar 9 tahun agar masyarakat menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga
merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki
fase tahapan dalam pertumbuhan.
Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan
kegiatan, yaitu: tilawah (membacakan ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa)
dan ta’limul kitab wa sunnah (mengajarkan al kitab dan al hikmah). Pendidikan
dapat merubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik disebabkan pendidikan
mempunyai kelebihan. Pendidikan mempunyai ciri pembentukan pemahaman Islam yang
utuh dan menyeluruh, pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan
atas ilmu yang diperolehnya dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari
pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang cerdas dan fisik
yang kuat serta banyak beramal.
Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan
ruhiyah, fikriyah dan amaliyah (aktivitas). Nilai Islam ditanamkan dalam
individu membutuhkan tahpan-tahapan selanjutnya dikembangkan kepada
pemberdayaan di segala sektor kehidupan manusia. Potensi yang dikembangkan
kemudian diarahkan kepada pengaktualan potensi dengan memasuki berbagai bidang
kehidupan.
Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui
Rasul-Nya bersumber kepada Al Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan
tarbiyah akan membentuk masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah
saja.Kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang
diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga
diri, kekuatan dan persatuan.
Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar
manusia memiliki gambaran tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh.
Interaksi di dalam diri ini memberi pengaruh
kepada penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlaq
yang baik. Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan
mengkaji Al Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah, berhubungan kepada
keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka semakin
banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan. Selain itu latihan
akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang akhirnya menjadi gaya hidup
sehari-hari.
3.2 Langkah- langkah Menanamkan
Pendidikan Islam
Al-Qurthubi menyatakan bahwa ahli-ahli agama
Islam membagi pengetahuan menjadi tiga tingkatan yaitu pengetahuan tinggi,
pengetahuan menengah, dan pengetahuan rendah. Pengetahuan tinggi ialah ilmu
ketuhanan, menengah ialah pengetahuan mengenai dunia seperti kedokteran dan
matematika, sedangkan pengetahuan rendah ialah pengetahuan praktis seperti
bermacam-macam keterampilan kerja. Ini artinya bahwa pendidikan iman/agama
harus diutamakan.
Menurut pandangan Islam pendidikan harus mengutamakan pendidikan keimanan. Pendidikan di sekolah juga demikian. Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan yang tidak atau kurang memperhatikan pendidikan keimanan akan menghasilkan lulusan yang kurang baik akhlaknya. Akhlak yang rendah itu akan sangat berbahaya bagi kehidupan bersama. Ia dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut pandangan Islam pendidikan harus mengutamakan pendidikan keimanan. Pendidikan di sekolah juga demikian. Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan yang tidak atau kurang memperhatikan pendidikan keimanan akan menghasilkan lulusan yang kurang baik akhlaknya. Akhlak yang rendah itu akan sangat berbahaya bagi kehidupan bersama. Ia dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lulusan sekolah yang kurang kuat imannya akan
sangat sulit menghadapi kehidupan pada zaman yang semakin penuh tantangan di
masa mendatang.Oleh karena itu, mengingat pentingnya pendidikan Islam terutama
bagi generasi muda, semua elemen bangsa, terutama guru pendidikan Islam, perlu
membumikan kembali pendidikan Islam di sekolah-sekolah baik formal maupun
informal.
Ada tiga hal yang harus secara serius dan
konsisten diajarkan kepada anak didik. Pertama, Pendidikan
akidah/keimanan.Ini merupakan hal yang sangat penting untuk mencetak generasi
muda masa depan yang tangguh dalam imtaq (iman dan taqwa) dan terhindar
dari aliran atau perbuatan yang menyesatkan kaum remaja seperti gerakan Islam
radikal, penyalagunaan narkoba, tawuran dan pergaulan bebas (freesex) yang
akhir-akhir ini sangat dikhawatirkan oleh sejumlah kalangan.
Kedua, Pendidikan ibadah. Ini merupakan hal yang
sangat penting untuk diajarkan kepada anak-anak kita untuk membangun
generasi muda yang punya komitmen dan terbiasa melaksanakan ibadah.
Seperti shalat, puasa, membaca al-Quran yang saat ini hanya dilakukan oleh minoritas generasi muda kita. Bahkan, tidak sedikit anak remaja yang sudah berani meninggalkan ibadah-ibadah wajibnya dengan sengaja. Di sini peran orang tua dalam memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak-anaknya sangat diperlukan selain guru juga harus menanamkan secara mantab kepada anak-anak didiknya.
Seperti shalat, puasa, membaca al-Quran yang saat ini hanya dilakukan oleh minoritas generasi muda kita. Bahkan, tidak sedikit anak remaja yang sudah berani meninggalkan ibadah-ibadah wajibnya dengan sengaja. Di sini peran orang tua dalam memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak-anaknya sangat diperlukan selain guru juga harus menanamkan secara mantab kepada anak-anak didiknya.
Ketiga, Pendidikan akhlakul-karimah. Hal ini juga
harus mendapat perhatian besar dari para orang tua dan para pendidik baik
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (keluarga). Dengan pendidikan
akhlakul-karimah akan melahirkan generasi rabbani, atau generasi yang bertaqwa,
cerdas dan berakhlak mulia.Penanaman pendidikan Islam bagi generasi muda bangsa
tidak akan bisa berjalan secara optimal dan konsisten tanpa dibarengi
keterlibatan serius dari semua pihak. Oleh karena itu, semua elemen
bangsa (pemerintah, tokoh agama, masyarakat, pendidik, orang tua dan sebagainya)
harus memiliki niat dan keseriusan untuk melakukan ini. Harapannya, generasi
masa depan bangsa ini adalah generasi yang berintelektual tinggi dan berakhlak
mulia.
DAFTAR PUSAKA
Arifin, Muzayyin, Prof., M.Ed., Filsafat
Pendidikan Islam, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2010
Ihsan, Hamdani, Drs, dan Ihsan, Fuad Ahmad, Drs.,
Filsafat Pendidikan Islam, CV
Pustaka
Setia, Bandung, 2007
Zakiya Daradjat, Prof., Dr., Pendidikan Islam,
PT Bumi Aksara, Jakarta, 1991
Langganan:
Postingan (Atom)